PESANTREN IBNU SYAM – Artikel ini merupakan lanjutan dari part 1. Hal yang dapat membatalkan puasa selanjutnya, yaitu di antaranya:
5. Haidh di Siang Hari
Orang yang berpuasa, ketika siang datang haidh, batal puasanya. Akan tetapi, disunnahkan menahan makan dan minum dulu sampai magrib. Jika tidak kuat, boleh makan dan minum, tetapi tidak diperlihatkan kepada orang lain, agar menjaga kehormatan bulan Ramadhan.
Sama halnya dengan kasus seperti di siang hari anak kecil baligh, orang gila lalu sadar, orang kafir kemudian mualaf, ini juga disunnahkan menahan makan dan minum sampai magrib.
Musafir yang Tidak Kuat Puasa
Musafir (orang yang sedang safar atau perjalanan) boleh membatalkan puasanya, dengan syarat memenuhi ketentuan. Saat di bulan lain wajib diqadha puasanya, sebanyak puasa yang ditinggalkan.
Ketentuan Safar
– Tujuan safarnya untuk kebutuhan atau ibadah, bukan untuk bermaksiat.
– Harus lebih dari 85 KM.
– Berangkat safarnya harus sebelum subuh.
Musafir yang berangkat di atas waktu subuh, kemudian dia kehausan, dan hausnya menyebabkan dia sakit, bahkan kematian, boleh berbuka puasa. Alasan boleh berbuka puasanya bukan karena safarnya, tapi karena hausnya yang menyebabkan dia sakit. Kalau karena safarnya tidak boleh berbuka, sebab harus berangkat safarnya dari sebelum subuh.
Begitupun saat seseorang mabuk di jalan, kalau tidak kuat berpuasa, boleh berbuka puasa. Tetapi selagi dia masih sanggup berpuasa, maka lanjutkan puasanya, karena itu lebih utama.
Orang Tidur atau Pingsan saat Puasa
Orang tidur itu hilang akal, tapi sementara. Syarat sah puasa itu salah satunya berakal. Seseorang tidur dari subuh sampai magrib. Itu tidak batal puasanya, karena tidur tidak membatalkan puasa, meski seharian tidur. Hanya saja dia berdosa karena meninggalkan sholat.
Hilang akalnya tidur berbeda dengan pingsan atau gila. Karena yang tidur ketika digoyangkan badannya, ia akan bangun.
Kemudian, jika malamnya sudah niat puasa, lalu pingsan, dan di siang hari dia bangun, maka tidak batal puasanya.
Lupa Jumlah Qadha Puasa
Orang yang lupa dengan jumlah utang qadhanya, dan ternyata masih ada puasa yang belum diqadha sampai Ramadhan berikutnya. Itu dimaafkan, tapi, jika di masa depannya ia ingat masih ada yang belum diqadha, wajib diqadha setelah Ramadhan.
Menunda Qadha Puasa
Jika menunda-nunda qadha puasa, hingga Ramadhan berikutnya, maka dia wajib qadha sesuai jumlah puasanya yang ditinggalkan dan harus bayar fidyah. Ketentuan fidyahnya 1 hari = 1 mud = 600 gram beras, yang diberikan ke fakir miskin.
Kemudian ini berlaku kelipatan, jika sampai ke Ramadhan berikutnya lagi masih belum diqadha puasanya, maka berlipat fidyahnya. Puasanya pun tetap harus diganti, tapi tidak berlipat, hanya fidyahnya saja yang berlipat ganda. Selain itu dia juga mendapat dosa karena melalaikan kewajiban, sebab fidyah itu cuma menggugurkan kewajiban.
Batas Waktu Sahur
Batas tidak makan atau minum itu sampai fajar shodiq atau waktu subuh, bukan adzan subuh, karena bisa saja adzan subuh itu telat. Jadi ukurannya waktu subuh, bukan adzan, kalau sudah waktu subuh sudah dimulai puasanya.
Tradisi imsakiyah di Indonesia ini adalah kebiasaan yang baik, agar mempersiapkan diri untuk berhenti dari makan dan minum. Karena kalau tidak tahu waktu imsak, sedang makan, tiba-tiba di dalam mulut masih ada makanan yang sedang ditelan, itu batal puasanya.
Berenang, Ibu Menyusui, dan Hamil
Berenang saat puasa itu hukum asalnya adalah boleh. Namun, itu dapat membatalkan puasa, karena berpotensi masuk air ke dalam tubuhnya, misal saat dia kentut, maka air akan masuk. Kecuali orang tersebut dapat memastikan tidak akan masuk airnya ke tubuh lewat lubang yang terbuka.
Jika berenangnya untuk menolong orang lain yang tenggelam. Maka wajib mengqadha dan bayar fidyah. Karena dia batalnya tidak sendiri, tapi karena orang lain. Sama halnya dengan ibu menyusui dan hamil. Khawatir anaknya tidak dapat nutrisi atau kehamilannya kurang baik, itu boleh dibatalkan puasanya, dan wajib qadha serta bayar fidyah.
Jika nyelamnya sendiri, cuma qadha saja. Hanya saja kalau yang menolong orang lain ini tidak berdosa, tapi dia mendapat pahala.
Menggabungkan Niat Puasa Wajib dan Sunnah
Boleh menggabungkan niat ibadah wajib dan sunnah. Seperti pas datang ke masjid, imam sudah berdiri untuk sholat dzuhur, maka ma’mum tersebut boleh menggabungkan niat sholat tahiyyatul masjid dan sholat fardu dzuhur.
Menggabungkan niat puasa wajib dan sunnah, itu boleh. Tapi khusus puasa di bulan Ramadhan, niatnya harus khusus untuk puasa Ramadhan. Kecuali selain di bulan Ramadhan, misal mau menggabungkan niat puasa qadha dengan puasa senin, maka itu boleh.
Nunda Waktu Berbuka Puasa
Menunda-nunda waktu berbuka (misal sampai 1 jam) itu hukumnya makruh. Sunnahnya, ketika masuk waktu magrib, langsung berbuka. Jika menundanya cuma 1-5 menit karena untuk memastikan sudah masuk waktu magrib, itu boleh.
Mualaf Wajib Qadha Puasa?
Kalau yang murtad, kemudian dia masuk Islam lagi, selama murtad, puasanya itu wajib diqadha saat sudah mualaf. Kecuali yang kafir sejak lahir (belum pernah beragama Islam), saat ia mualaf, maka tidak diwajibkan mengqadha puasanya tersebut.
|| BACA JUGA : Part 2: Keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala Diperlihatkan saat Isra Mi’raj
Ghibah
Ketika seseorang membicarakan keburukan orang lain. Meski tidak berniat gibah, itu tetap gibah, karena gibah tidak perlu niat. Begitupun bagi yang mendengarkan.
Solusi Menangkal Ghibah
Ketika di tengah suasana ghibah. Lalu ada teman membicarakan aib orang lain, maka kita timpali dengan mengajak dia berhusnudzon, menyebutkan kebaikan orang yang sedang dighibahinya.
Pakai Lip Balm atau Mencicipi Masakan
Jika memakai lip balm terasa di mulut, atau lebih ekstrem lagi, seperti mencicipi makanan, itu boleh, selama masih di dalam mulut, tidak masuk ke tenggorokan.
Mencicipi makanan ini boleh, tidak membatalkan puasa, tapi sebaiknya dihindari, karena hukumnya makruh. Hukumnya sama seperti memakai lip balm atau sejenisnya yang berpotensi terasa di mulut.
Menelan Dahak dan Ludah
Kalau dahak itu bisa dikeluarkan (dahak yang dari hidung), maka harus dikeluarkan. Tapi jika tidak sengaja ketelan, maka tidak membatalkan puasanya. Untuk lebih selamatnya, dikeluarkan.
Kecuali dahak yang dari perut (atau apapun itu), kalau sengaja dikeluarkan, jadi batal puasanya.
Sikat Gigi saat Puasa
Sikat gigi selama belum masuk dzuhur tidak dilarang, setelah waktu dzuhur hukumnya makruh. Alasan makruhnya, karena biasanya baunya mulut saat berpuasa itu setelah dzuhur. Jika dihilangkan dengan bersiwak artinya menghilangkan wangi yang indah di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
والذي نَفْسي بيده لَخلوفُ فَمِ الصائِمِ أطيبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ المِسْكِ
Artinya: “Demi Allah, yang diriku dalam genggaman-Nya, sungguh aroma mulut orang puasa lebih harum di sisi Allah dari harum minyak misik,” (HR Bukhari).
Ibadah itu diusahakan meninggalkan bekas. Seperti orang berwudhu, airnya di wajah jangan dikeringkan, agar nanti di akhirat wajahnya bercahaya.
Orang Sakit Harus Tetap Puasakah
Orang sakit cuma sakit kepala atau lainnya, yang itu masih kuat untuk menjalankan puasa, maka dia harus tetap berpuasa. Jika sakitnya mengakibatkan kematian atau tambah parah, ketika dia berpuasa, baru boleh dibatalkan.
Kalau ada orang yang malas tidak berpuasa, maka dalam madzhab Syafi’i, dia harus dipenjara, tidak boleh makan dan minum, diminta bertaubat, karena dia fasik dan bermaksiat, jika mengingkari masuknya kafir.
Amalan bagi Perempuan Haidh
Perempuan haidh tidak boleh berpuasa, hukumnya haram, tapi wajib diqadha. Beda dengan sholat, kalo sholat tidak wajib diqadha.
Amalannya yaitu banyak berdzikir, sholawat, bersedekah, dan mengunci mulutnya (tidak gibah atau berbicara yang tidak bermanfaat).
Kembali ke part 1 di sini. Wallohu A’lam
Oleh Dewi Anggraeni / Tim Media Pesantren Ibnu Syam
Editor Muhammad Isra Rafid
Leave a Comment