Monday, 14 Jul 2025
  • Disinilah lahirnya para penghafal al-Qur'an yang fasih & rasikh
  • Disinilah lahirnya para penghafal al-Qur'an yang fasih & rasikh

Hikmah Dibalik Peristiwa Idul Adha dan Kurban

Khutbah-Idul-Adha

PESANTREN IBNU SYAM Pada peristiwa kurban kita banyak belajar, selain belajar tentang pengorbanan, tawakkal, juga tentang sabar. Namun, di antara yang terpenting adalah belajar berlaku ihsan dalam segala hal. Jadi, tidak cukup hanya berkorban. Tapi berkurbanlah dengan ihsan.

Cara Berkurban dengan Dimensi Lain

Kalau kita berkurban, luruskan dan lapangkan hati, serta ikhlaskan niatnya. Ketika santri jauh dari orang tua, meninggalkan keluarga, bangun tengah malam, tidurnya kurang, mereka berusaha menghafalkan Alquran dengan mengharapkan ridho Allah subhanahu wa ta’ala, maka sesungguhnya mereka telah berkurban dengan dimensi yang lain.

Ketika seorang guru mengajar dengan penuh keikhlasan, mengharap ridho Allah subhanahu wa ta’ala, dan mengajar dengan profesional. Maka sesungguhnya guru tersebut telah berkurban dalam dimensi yang lain.

Ketika ibu dapur masak untuk santrinya, dicicipi agar tidak keasinan dan enak, kemudian mereka melakukan dengan baik serta profesional, hanya untuk mendapat ridho dari Allah subhanahu wa ta’ala. Maka para ibu dapur telah berkurban dengan dimensi yang lain.

Ketika perempuan menjadi seorang ibu dan istri yang baik di rumah, menyiapkan makanan untuk suami juga anak-anaknya. Mengasuh anaknya dengan penuh sayang, dan hanya mengharap ridho Allah subhanahu wa ta’ala semata. Maka sungguh seorang istri tersebut telah berkurban.

Ketika seorang ayah keluar meninggalkan rumah mencari nafkah untuk menghidupkan keluarganya dengan hanya mengharap ridho dari Allah subhanahu wa ta’ala. Maka sungguh ia telah berkurban dalam dimensi yang lain.

Seorang suami ketika bekerja, pergi pagi pulang sore bercucuran keringat, kalau dilakukan secara ihsan, senyum, senang, ikhlas, dengan penuh cinta. Maka disitulah derajat seorang suami itu akan diangkat oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Seorang istri yang selalu bekerja melayani suaminya, capek, 24 jam terkadang tidak tidur, anaknya menangis meminta apa yang tidak dimiliki seorang ibu, menimang dan mengurusinya. Kalau dilakukan dengan cinta, maka seorang istri akan diangkat derajatnya oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Seorang santri ketika belajar, menghafal Alquran, menuntut ilmu, tidurnya kurang, makan dan minum tidak bisa memilih, kelaparan sudah biasa, mengganti sprei, jauh dari orang tua, capek, kurang tidur. Kalau dijalani dengan cinta, enjoy, dinikmati. Maka mereka telah mempraktikan ihsan dan derajat mereka telah diangkat oleh Allah SWT.

Untuk para santri, lakukanlah segala pengorbanannya dengan ihsan agar pengorbanan dan jasa kalian di sini tidak sia-sia. Dan untuk para pekerja di manapun dan apapun pekerjaanya, jika didasari dengan ihsan, maka kata Allah SWT, dalam surat As-Saffat ayat 80:

اِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: “Sesungguhnya, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.’’

Mengambil Hikmah dari Kisah Nabi Ismail Alaihis Salam

Tapi apakah cukup hanya berkurban? Tidak, melainkan harus berkurban dengan ihsan. Ihsan itu lebih tinggi dari itqon. Itqon artinya bekerja secara totalitas, profesional, tuntas, dan melakukan yang terbaik. Itu adalah itqon.

Kalau ihsan maknanya beda lagi, derajatnya lebih tinggi. Yakni bekerja secara profesional, tuntas, dan totalitas, namun juga disertai dengan rasa “cinta”. Kerjanya hanya melakukan dengan ikhlas. Setiap pekerjaan yang dilakukan harus penuh ikhlas dan rasa cinta. Sebagaimana penjelasan dalam Alquran surat Al Hajj ayat 37:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya:Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin.

Orang yang muhsin adalah orang yang ihsan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَنْ تَعْبـــُدَ اللَّهَ كَأَنَّــكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Artinya: “Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan engkau melihat-Nya, maka bila engkau tak melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihatmu,” (HR Muslim).

Mempelajari dan mengambil pelajaran dari kisah Nabi Ismail alaihis salam ini sangat penting. Allah subhanahu wa ta’ala menetapkan ihsan pada segala aspek. Lakukanlah segala hal dengan ihsan dan ikhlas, melapangkan hati dan ridho atas amal perbuatan yang kita lakukan.

Mudah-mudahan kita bisa melakukan perintah Allah subhanahu wa ta’ala ini dengan sebaik-baiknya. Bagi yang bisa berkurban maka berkurbanlah, karena ini adalah yang terbaik. Seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini:

قُلْتُ أَوْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ مَا هَذِهِ اْلأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا مَا لَنَا مِنْهَا قَالَ بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةٌ

Artinya: Aku atau mereka bertanya: ‘’Hai Rasulullah, apakah kurban itu? Nabi saw menjawab: Itulah suatu sunnah ayahmu Ibrahim. Mereka bertanya (lagi): Apakah yang kita peroleh dari kurban itu? Rasulullah saw menjawab: Di tiap-tiap bulu kita mendapat suatu kebajikan,” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Maka janganlah berlaku sombong, berbuatlah dengan ihsan. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun juga memerintahkan Sayyidah Fatimah untuk menyaksikan hewan kurban. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَا فَاطِمَةُ قَوْمِي إِلَى أُضْحِيَّتِكَ فَاشْهَدِيهَا فَإِنَّهُ يُغْفَرُ لَكِ عِنْدَ أَوَّلِ قَطْرَةٍ تَقْطُرُ مِنْ دَمِهَا كُلُّ ذَنْبٍ عَمِلْتِيهِ.

Artinya: “Wahai Fatimah! Hadirilah kurbanmu dan saksikanlah, sesungguhnya dengan kurban itu engkau akan mendapat ampunan dari dosa yang engkau perbuat pada permulaan tetesan darahnya,” (HR Thabrani).

|| BACA JUGA : QURBANMU HADIRKAN KEBERKAHAN & SENYUMAN PARA SANTRI PENGHAFAL QUR’AN

Menyambung Silaturahim

Di hari raya yang penuh kesucian ini adalah hari kita diperintahkan untuk berbuat kebaikan satu sama lain, dan hari kita untuk bermaaf-maafan, menyambung tali silaturahim agar sempurna amal ibadah kita, hubungan dengan Allah subhanahu wa ta’ala dan hubungan dengan makhluk-makhluk-Nya.

Maka siapapun juga yang mempunyai sakit hati dengan seseorang, siapapun yang meminta maaf duluan maka ialah yang terbaik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إنَّ أوْلىَ النِّاس باللهِ مَنْ بَدأهم بالسَّلاَم

Artinya: “Sesungguhnya manusia yang paling utama di sisi Allah adalah yang terlebih dahulu mengucapkan salam,”(HR Abu Dawud).

Maksudnya siapapun yang memulai dan mendahului salam atau meminta maaf maka ialah orang yang terbaik dan termasuk pada golongan yang paling utama di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga kita digolongkan orang-orang yang diampuni dosa-dosanya oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Kembali ke part 1 di sini.

Wallohu A’lam

Oleh Dewi Anggraeni / Tim Media Pesantren Ibnu Syam
Editor : Muhammad Isra Rafid, S.H

Syariat Kurban

This article have

0 Comment

Leave a Comment