Tuesday, 25 Mar 2025
  • Disinilah lahirnya para penghafal al-Qur'an yang fasih & rasikh
  • Disinilah lahirnya para penghafal al-Qur'an yang fasih & rasikh

Syeikh Muhammad Yasir Al-Burhani: Tingkatan Para Wali Allah

Syekh Muhammad Yasir Al-Burhani, Tingkatan Para Wali Allah

PESANTREN IBNU SYAMAlhamdulillah pada hari Kamis, 6 Februari 2025 Pesantren Ibnu Syam kedatangan Syeikh Muhammad Yasir Al-Burhani yang merupakan putra ulama besar Syeikh Hisyam Al-Burhani asal Damaskus-Suriah. Syeikh Yasir membawakan tausiyah dengan tema tingkatan para wali Allah subhanahu wa ta’ala.

Sambutan Pimpinan Pesantren Ibnu Syam

Dr. KH. Ahmad Slamet Ibnu Syam, Lc., M.A. menjelaskan bahwa ketika beliau belum mengenal dzikir dan dibaiat oleh gurunya yaitu Syekh Hisyam, bisa dibilang hidupnya tidak menentu (berantakan). Setelah dibaiat oleh Syekh Hisyam, Allah subhanahu wa ta’ala kasih beliau kemudahan, ketenangan, karena batinnya bersambung dengan orang-orang yang dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Itulah perlunya seorang murid kepada guru, agar hidupnya terarah.

Salah satu rahasia Allah subhanahu wa ta’ala kasih kemudahan terhadap Pesantren Ibnu Syam, karena berkat barokahnya wirid yang diijazahkan oleh Syeikh Hisyam kepada Dr. Slamet. Kemudian wirid Wirdul ‘Am yang biasa dibaca setiap malam Ahad di Pesantren Ibnu Syam, itu dapat ijazah dari Syeikh Hisyam.

Nasihat dari Syekh Muhammad Yasir Al-Burhani

Kita hidup di dalam kenikmatan yang agung yaitu nikmat beragama Islam. Nikmat ini tidak bisa diukur kadar berharganya seperti apa, kecuali seseorang yang kehilangan nikmat tersebut.

Sifat-Sifat Wali Allah Subhanahu wa Ta’ala

1. Tidak Cemas, Takut, dan Sedih

Setiap umat Islam adalah walinya Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Di antara sifat-sifat wali yaitu tidak ada kecemasan, ketakutan, dan kesedihan dalam hatinya. Maksud dari kalimat tersebut adalah ketika seseorang menjadi wali Allah subhanahu wa ta’ala, maka ia akan bersama Allah subhanahu wa ta’ala di dalam ketaatan dan beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Ketika kita mencintai Allah subhanahu wa ta’ala, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan agama Islam, maka tidak boleh kita menemukan kesulitan untuk menjadi walinya Allah subhanahu wa ta’ala. Karena orang yang mencintai kepada orang yang dicintainya itu pasti akan taat.

2. Penolong bagi yang Lain

Salah satu ciri walinya Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang sudah normal adalah ketika ia menjadi wali (penolong) saudaranya sesama muslim. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an At-Taubah ayat 71:

وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗۗ اُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

Artinya: “Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) makruf dan mencegah (berbuat) mungkar, menegakkan sholat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

3. Bertakwa

Paling penting dari perkara wali adalah hendaknya ia betul-betul bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Anfal ayat 34:

اِنْ اَوْلِيَاۤؤُهٗٓ اِلَّا الْمُتَّقُوْنَ

Artinya: “… Sesungguhnya wali-walinya Allah hanya orang-orang yang bertakwa, …”

Jaminan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap Wali-Nya

Allah subhanahu wa ta’ala memberikan sebuah garansi perlindungan kepada para wali-Nya. Sebagaimana penjelasan dalam hadits qudsi berikut:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «إنَّ اللهَ قال: مَن عادى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحرب

Artinya: “Rasulullah bersabda: ‘Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: ‘Barang siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku telah menyatakan perang dengannya’,” (HR Bukhori).

Apakah Kita Wali Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Ujian Pertama Menjalankan Kewajiban

Cara mendekatkan diri seorang hamba kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang paling utama adalah ketika ia melaksanakan apa yang Allah subhanahu wa ta’ala wajibkan kepadanya.

Itulah ujian pertama untuk menguji apakah mereka walinya Allah subhanahu wa ta’ala atau bukan. Untuk mengetahuinya seseorang dapat introspeksi diri, apakah sudah menjalankan kewajibannya atau belum. Misalnya apakah seorang hamba ia sudah melaksanakan sholat lima waktu dengan penuh ketenangan atau belum.

Ujian Kedua Melaksanakan Amalan Sunah

Di dalam hadits qudsi disebutkan:

إِنَّ اللهَ قَالَ: مَنۡ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدۡ آذَنۡتُهُ بِالۡحَرۡبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيهِ، وَمَا يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أحْبَبْتُهُ، كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، ويَدَهُ الَّتي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإنْ سَألَنِي أعْطَيْتُهُ ، وَلَئِن اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

Artinya“Sesungguhnya Allah berfirman: ‘Siapa saja yang memusuhi waliKu, maka sungguh Aku telah mengumumkan perang kepadanya. Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku; yang lebih Aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya. Bila Aku telah mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia pakai untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia pakai untuk berjalan. Bila ia meminta kepada-Ku, Aku pun pasti memberinya. Dan bila ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pun pasti akan melindunginya,” (HR Bukhari).

Bagaimana memastikan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala sudah mencintai kita atau belum?

Jawabannya sesuai dengan kutipan pertengahan hadits di atas, ketika seorang wali menggunakan pendengarannya, ia tidak akan mendengar kecuali mendengar kebaikan. Saat ia menggunakan penglihatannya, ia akan melihat yang halal, tidak akan melihat yang haram. Ketika wali itu hendak menggunakan tangannya, ia tidak akan menggunakan tangan tersebut untuk menyakiti kepada apapun (makhluk Allah subhanahu wa ta’ala).

Kemudian, ketika ia hendak menggunakan kakinya, ia akan melangkahkan kakinya ke tempat yang halal, bukan yang haram. Ketika kita sudah memastikan itu semua terlaksana, kita akan mendapatkan kecintaan Allah subhanahu wa ta’ala, diijabah doanya, dan dijamin atas perlindungannya.

Kisah Inspiratif

Seorang wali atau mukmin yang sejati akan senang bertemu dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Terdapat kisah menarik yaitu sahabat nabi yang bernama Bilal Al-Habasyi saat sakit menjelang kematian, istrinya menjerit, “aduh bencana, bahaya.” Sedangkan suaminya berbeda, ia mengatakan, “ini sungguh kebahagiaan, kenikmatan, karena aku akan bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan sahabat-sahabatnya.” Begitu besarnya kerinduannya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Ciri-Ciri Dzahir Wali Allah Subhanahu wa Ta’ala

1. Mencintai Sesama Muslim

Rasulullah subhanahu wa ta’ala bersabda:

قوم يتحابون بروح الله عز وجل من غير أرحام بينهم ولا أموال يتعاطونها بينهم والله إن وجوههم لنور وإنهم لعلى منابر من نور لايخافون إذا حاف الناس ولايحزنون إذاحزن الناس

Artinya: “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah azza wa jalla tanpa ada hubungan saudara, dan tidak harta yang saling mereka berikan satu sama lain. Demi Allah, sunggu pada wajah mereka terdapat cahaya, pun mereka di atas berada dalam gudang-gudang dari cahaya. Mereka tidak takut sama sekali, di saat manusia lain ketakutan, dan mereka tidak bersedih hati, di saat manusia lain bersedih,” (HR Abi Daud).

2. Mengingatkan Kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

Sesuai dengan hadits nabi berikut ini:

أولياء الله تعالى : الذين إذا رءوا ذكر الله تعالى

Artinya: “Para wali Allah adalah orang-orang yang jika dilihat, (menyebabkan orang yang melihatnya) ingat kepada Allah Ta’ala,” (HR Hakim).

Perbedaan Derajat Para Wali

Terjadi perbedaan derajat antara wali-wali Allah subhanahu wa ta’ala yaitu tergantung tingkat kedekatan atau kejauhan dia kepada Allah subhanahu wa ta’ala

Imam Atha’illah As-Sakandari berkata, “Derajat mu sesuai di mana Allah menempatkanmu. Yakni ketika Allah subhanahu wa ta’ala menakdirkanmu berada di majelis ilmu atau majelis dzikir, dan bisa sholat berjamaah, serta sholat tahajud.”

Derajatmu adalah sesuai dengan taufik yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepadamu ketika engkau mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Kalau kalian semakin mendekat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka derajat kalian tinggi, tapi jika kalian menjauh dari Allah subhanahu wa ta’ala, berarti derajat kalian jauh dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Tidak penting kita cari tahu kita seorang wali abdal atau bukan, yang terpenting adalah kita mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ketika kita mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan hikmahnya Allah subhanahu wa ta’ala akan gerakkan tubuh kita untuk digunakan dengan hal-hal baik.

|| BACA JUGA : Syeikh Ramy Najmeddine: Inilah 7 Manfaat Mencari Ilmu

Amalan Menjadi Wali Abdal

Hadiah dan faidah ini diberikan dari gurunya beliau Habib Ali ban Faqih, ketika beliau sedang hadir di majelis gurunya pelajaran kitab Ihya Ulumiddin. Siapa yang konsisten mewiridkan setiap harinya sebanyak 27 kali akan ditetapkan menjadi wali abdal. Wiridnya sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ
اَللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ
اَللَّهُمَّ فَرِّجْ عَنْ أُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمْ

Syeikh Yasir menganjurkan kita untuk mengamalkan wiridan tersebut, tapi niatnya bukan ingin menjadi wali abdal tapi dengan niat perhatian saudara sadaura sesama muslim.

Demikian penjelasan tentang sifat-sifat dan tingkatan para wali Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga bermanfaat, aamiin.

Wallohu A’lam

Oleh Dewi Anggraeni Tim Media Pesantren Ibnu Syam
Editor : Muhammad Isra Rafid

This article have

0 Comment

Leave a Comment